July 27

CEGAH 5 KESALAHAN INI SAAT MEMBANGUN BUDAYA COACHING DI ORGANISASI

0  comments

Membangun budaya coaching dalam organisasi membutuhkan komitmen yang sungguh dari tim pelaksana program, selain tentunya dukungan dari TOP Management. Banyak organisasi tergiur dengan dampak peningkatan produktivitas karena coaching, tanpa diimbangi dengan persiapan sistem dan sumber daya manusia (Tim Internal Coach) secara matang.

Ini yang akhirnya membuat banyak organisasi merasa ‘zonk’ karena sudah berinvestasi pada program coaching bagi para Manager & Leader mereka, tapi implementasinya di lapangan tidak sesuai dengan harapan.

Desas-desus Antar Karyawan yang di Coaching

“Aduh bentar lagi sesi coaching, deg deg an nih.”

“Malu ih masa kamu termasuk yang mau di coaching, ngga perform ya.”

“Yah, dipanggil coaching… salah apalagi aku.”

“Uh males banget coaching sama atasan, udah boring isinya dinasehati mulu.”

“Mbok ya sekali-sekali saya juga dipahami, percuma coaching kalau yang saya sampaikan mental semua.”

Jeritan Hati Manager & Team Leader yang Melakukan Coaching

“Saya tidak tahu harus ngomong apa sama anak buah di sesi coaching.”

“Hmm, gimana ya kalau di sesi coaching, dia ngga dapet insight.”

“Dia tidak perform, dia pantas dapat sanksi masuk sesi coaching.”

“Emosi aku! Sesi coaching kog malah jadi sesi curhat dan protes.”

“Aduh, dia lagi dia lagi… coaching berkali-kali, tetep aja ngga ada perubahan perbaikan.”

Para Business Owner, Manager & Team Leaders, apakah Anda mengalami hal yang sama atau mendengar hal serupa di dalam organisasi Anda? Jika iya, berarti ada mindset dan praktek coaching yang perlu segera diperbaiki dan ditingkatkan di dalam organisasi. 

5 Praktek KELIRU yang Perlu Dihindari Organisasi dalam Menerapkan Budaya Coaching

1. Coaching Berlaku Hanya untuk Karyawan yang Tidak Perform

Pernah dalam salah satu IG Live dari salah satu Coach yang baru belajar mengenai coaching dan terjun ke dunia coaching membahas bagaimana dia memahami mengenai coaching. Sebut saja Coach Mawar, yang sebelumnya bekerja di industri finansial sebagai Branch Manager. 

Coach Mawar waktu lalu memahami coaching itu adalah kegiatan yang dilakukan atasan ketika timnya bermasalah atau tidak mencapai target. Setelah Coach Mawar mempelajari mengenai dunia coaching, ternyata implementasinya selama ini tidak tepat. Coach Mawar menyampaikan bahwa tidak heran ketika masih bekerja sebagai Manager, sesi coaching itu untuk karyawan adalah kegiatan tidak menyenangkan. Selain karyawan merasa dihakimi di sesi tersebut, karyawan juga merasa malu jika diketahui oleh teman-temannya masuk ke sesi coaching.

Coach Mawar merasa paradigma di dalam organisasi ini perlu diluruskan. Istilah coaching yang awalnya diadopsi dari bidang olahraga pun kita melihat Coach tidak hanya ada ketika pemain dalam kondisi salah atau tidak berhasil. Tetapi Coach berperan dari awal sampai dengan Coachee tersebut bertanding di laga sebenarnya.

Jadi sangat tidak tepat jika sebagai atasan atau Manager menganggap coaching itu hanya berlaku untuk Karyawan yang tidak perform. Setiap Karyawan dengan tidak membedakan, semua memiliki kesempatan yang sama untuk diberikan proses coaching. Di mana setiap Karyawan akan didukung dan diberdayakan untuk mengerahkan potensi terbaik mereka.

2. Coaching = Giving Punishment

Di dalam organisasi tidak jarang terdengar ancaman dari atasan atau manager seperti ini :

“Kalau kinerja kamu seperti ini terus, jangan salahkan saya kalau kamu saya masukan ke dalam coaching clinic.”
“Kalian di tim ini yang tidak mencapai target akan diberikan sanksi berupa coaching yang intensif untuk meningkatkan kinerja kalian”
“Nggak kapok kemarin masuk ke sesi coaching, masih mau masuk ke situ lagi.”

Budaya Coaching yang Keliru

Jika benar pernyataan ini disampaikan oleh Manager atau atasan, maka menjadi PR cukup besar untuk organisasi dan HC membangun dan memperbaiki mindset para Manager dan budaya  coaching di organisasi.

3. Coach Lebih Banyak Berbicara

Pernahkan Anda mendengar Coachee statement seperti di bawah ini :

Tari : “Aduh males banget mau coaching, siap siap dengerin ocehan dan arahan dia deh 1 jam!”
Bian : “Emang loe gak dikasih kesempatan ngomong kalau coaching?”
Tari :  “Yah kagak lah, dari pertama masuk ke ruangannya dia, dia buka dengan pencapaian target gua, kemudian dia cerita deh kesuksesannya dia. Gua mesti gini, mesti gitu dan dibilang gua harus belajar lagi. Dia gak pernah mau dengar dulu apa yang udah gua lakukan.”
Bian : “Pantesan loe bete dan gelisah kalau mau sesi coaching”

Kalau menerka dari percakapan di atas, sepertinya sesi coaching didominasi oleh Coach. Padahal tugas utama seorang Coach adalah mengajukan pertanyaan kepada Coachee untuk memahami apa yang terjadi dengan diri coachee, sekarang Coachee ada di tahap mana, apa yang sudah dilakukan dengan baik, apa yang perlu disempurnakan, tindakan apa yang akan dilakukan Coachee. Bagaimana seorang Coach bisa memahami Coachee jika, sesi coaching habis untuk memberikan nasehat dan arahan ketimbang mendengarkan Coachee.

Jika Anda membutuhkan panduan pertanyaan coaching yang efektif, Anda bisa Download secara FREE : 35 kumpulan pertanyaan coaching yang efektif untuk membangun budaya coaching di organisasi.

4. Coaching Sebagai Kesempatan untuk Menilai (Asesmen)

Terkadang proses coaching di dalam organisasi dirangkai menjadi kesatuan dengan program penilaian kinerja. Ada yang dilakukan satu kali dalam setahun dan dua kali dalam setahun. Sehingga terjadi misperception bahwa proses coaching adalah sama dengan kesempatan untuk menilai atau menilai subordinate.

Sebenarnya jika digabungkan programnya tidak menjadi masalah, hanya yang perlu diingat perlu dipisahkan pelaksanaan penilaian kinerjanya. Saat mereview KPI yang sudah disepakati sebelumnya dan pencapaian secara kualitatif dan kuantitatif dari subordinate. Jika atasan akan melanjutkan dengan proses coaching karena dipandang perlu karena ada isu atau masalah yang perlu digali atau membicarakan mengenai karir dan pengembangan subordinate, hal tersebut dapat dilakukan.

5. Para Manager & Team Leader Belum Dibekali Skill Coaching yang Cukup

Apakah organisasi Anda pernah memberikan pembekalan skill coaching untuk setiap atasan yang ada dalam organisasi? Jika belum, maka ini menjadi kewajiban pertama bagi organisasi yang ingin menerapkan budaya coaching di perusahaannya. Tidak sedikit organisasi yang menggembar gemborkan proses coaching, tetapi mereka lupa untuk melakukan investasi dalam bentuk pemberian pembekalan kepada para Manager & Team Leader mereka.

Namun, banyak juga organisasi setelah memberikan pembekalan keterampilan coaching bagi para Manager & Team Leader lupa untuk mengawal proses implementasinya di lapangan. Adanya sistem yang disiapkan HC tidak seluruhnya menjamin standar kualitas proses coaching yang dibawakan oleh para Manager & Team Leader.

Di sinilah organisasi sering merasa kecolongan, sudah berinvestasi untuk pelatihan coaching bagi para Manager & Team leader tapi dampaknya tidak terasa, tidak ada tanda-tanda peningkatan performansi karyawan yang signifikan. 

(Baca Juga : 4 Tips Atasi Executive Coaching yang Stuck)

Oleh karena itu penting bagi organisasi dalam hal ini HC, untuk terus mengawal para internal Coach nya yaitu para Manager & Team Leader. Mudahnya cek no. 1 sd no. 4 di atas, apakah budaya coaching yang terjadi di organisasi Anda masih seperti itu? Kemudian perlu juga digali apakah pemahaman coaching di dalam organisasi sudah seragam dari mindset, kompetensi dan pelaksanaannya.

Saat Budaya Coaching Terlanjur Berjalan Kurang Optimal, INI YANG PERLU ANDA PERHATIKAN…

Ada 3 Kunci Sukses Membangun Budaya Coaching, yaitu ME, METHODOLOGY, dan MOVEMENT (Sumber : Buku The Coaching Journey). Ketiga kunci ini harus saling bersinergi untuk menghasilkan transformasi yang nyata bagi Tim / SDM Anda.

Budaya Coaching
3 Kunci Sukses Membangun Budaya Coaching (Sumber : Buku The Coaching Journey)

Bisa jadi penerapan coaching yang belum optimal di organisasi Anda disebabkan oleh kemacetan dari satu, dua, bahkan ketiga kunci di atas. 

ME

Proses Coaching hanya dapat berjalan dan berdampak optimal jika MINDSET kedua belah pihak juga TEPAT. Kedua belah pihak yang dimaksud adalah para Manager & Team Leader yang melakukan coaching, serta Tim / SDM yang di coaching.

Kesadaran akan tujuan dan manfaat coaching yang tidak tepat inilah yang membuat jalannya proses coaching terhambat. Tim / SDM jadi tertutup dan tidak otentik (faking good) selama coaching. Manager & Leader terjebak menasehati, mengarahkan, dan menghakimi Tim/SDM.

METHODOLOGY

Tidak cukup hanya dengan Mindset yang tepat, jika para Manager & Team Leader belum memiliki kompetensi yang cukup untuk melakukan coaching.

Keberhasilan coaching sangat bergantung pada jenis dan kualitas pertanyaan coaching yang diajukan oleh Coach, dalam hal ini para Manager & Team Leader. Itu mengapa banyak profesional yang melakukan coaching juga mengkombinasikan pertanyaan coaching mereka dengan beragam tools kreatif seperti Points of You untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sesi coaching mereka.

MOVEMENT

Setelah Mindset dan Metode Coaching sudah tepat, rangkaian proses coaching tidak berhenti sampai disitu saja. Siapa yang akan mengawal karyawan saat melakukan action plan mereka, karena disinilah langkah awal transformasi bermula. Adanya sistem pengukuran yang terintegrasi terhadap perubahan perilaku dan peningkatan performa mereka juga akan membantu proses evaluasi program.

Selain itu tidak ada jaminan seusai sesi coaching, karyawan akan terbebas dari yang namanya masalah dan tantangan. Maka sesi coaching perlu dilakukan secara berkala untuk mendampingi perjalanan mereka.

5 Strategi Meningkatkan Kualitas Program Implementasi Budaya Coaching di Organisasi

Untuk memperbaiki praktek coaching yang sudah terlanjur keliru terjadi di dalam organisasi, berikut 5 strateginya:

1. Perbaharui Komitmen Organisasi dan Lakukan Sosialisasi dalam Setiap Kesempatan

Dalam membangun budaya coaching di organisasi diperlukan komitmen dan ketelatenan untuk terus melakukan sosialisasi dalam setiap kesempatan. Ini seperti metode belajar pada umumnya, yaitu fungsi repetitif atau pengulangan. 

Dengan dukungan pimpinan perusahaan, HC bersama dengan tim internal Coach yakni para Manager dan Team Leader tidak jemu-jemu untuk menyampaikan apa benefit coaching baik untuk karyawan dan perusahaan, apa itu coaching dan seperti apa prosesnya. Tujuan akhirnya, setiap individu dalam organisasi punya persepsi yang sama terhadap esensi coaching.

2. Rancang Program Coaching  yang Tersistem

Dengan dukungan pimpinan perusahaan, HC bersama dengan tim internal Coach yakni para Manager dan Team Leader bisa menyusun suatu program coaching yang sistematis, sehingga sesi coaching dapat dijadwalkan secara rutin untuk setiap karyawan dan prosesnya terdokumentasi.

Di Luar program jadwal coaching rutin, boleh saja jika Jika coaching ingin ditambahkan dalam rangkaian program lain seperti program pembinaan bagi karyawan yang mendapat sanksi administratif atau penilaian karyawan tahunan.

3. Mulai Bangun Kebiasaan Bertanya

Budaya mentoring yang sudah mengakar lebih lama membuat atasan terbiasa untuk mengarahkan dan menasehati. Untuk mendukung budaya coaching di organisasi, maka para Manager & Team Leader harus mulai membangun kebiasaan bertanya.

Pada saat melakukan mentoring, atasan bisa mulai dengan melemparkan pertanyaan untuk memancing karyawan berpikir secara kreatif, menganalisa serta bereksplorasi alternatif-alternatif atas isu yang sedang mereka hadapi.

Gunakan setiap kesempatan untuk berlatih menyusun power question, bahkan dalam percakapan sehari-hari di tempat kerja. Dengan begitu karyawan juga terbiasa untuk berpikir kritis, dan semangat coaching / pemberdayaan juga bisa dirasakan di luar ruang coaching.

Bagi para internal Coach, para Manager & Team Leader, ini kesempatan untuk terus berpraktek meningkatkan kemampuan membuat power question. Anda juga secara tidak langsung membawa semangat coaching dalam keseharian aktivitas Anda, tidak hanya dalam ruangan coaching.

4. Belajar Sabar dan Rendah Hati

Saat karyawan menanggapi pertanyaan yang Anda lontarkan, gunakan kesempatan ini untuk berlatih hadir 100% dan mendengar secara aktif. Tunjukkan rasa respek dengan tidak memotong percakapan, dan memberikan penilaian atau persepsi subyektif Anda.

Jika ada hal yang dianggap kurang jelas atau perlu menyamakan persepsi dengan apa yang sudah disampaikan Coachee, bertanyalah. Karena Coachee lah yang menjadi bintang utama dalam proses coaching.

Bersembunyi di balik alasan bahwa saya bukan orang yang sabaran memang mudah, tapi disinilah undangan bagi para Manager & Team Leader untuk berlatih menjadi rendah hati dan mau mendengar.

5. Terus Mengasah Skill Coaching 

Ada banyak cara untuk menambahkan skill dan knowledge para atasan untuk menjadi seorang yang sejati. Bisa dengan memberikan training coaching, bedah buku tentang coaching, membaca buku teknik coaching, menyimak video pembelajaran, mendengarkan podcast, latihan/praktek, belajar dengan buddy (partner) sehingga dapat diberikan feedback untuk meningkatkan skill coaching.

Nah, ini saatnya bagi Anda para Business Owner, Manager dan Team Leader untuk mempraktekan 5 Tips di atas dalam organisasi Anda. Kelima tips di atas secara efektif akan menggerakkan 3 Kunci Sukes Membangun Budaya Coaching di Organisasi.

Jika Kelima Tips sudah dilakukan dan butuh tambahan Metode dan Cara-cara Kreatif bagi para Manager & Team Leader Anda untuk meningkatkan kualitas proses coaching mereka, Anda bisa berkonsultasi dengan tim kami.

KLIK DISINI untuk FREE Konsultasi Bagaimana Membangun Budaya Coaching di Organisasi yang Efektif.

Selamat Meningkatkan Kualitas Proses Coaching di Organisasi Anda!

Coaching Must Be FUN! So, Trust the Process 😉

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}

You may also like

MENDENGARKAN APA YANG TIDAK TERSAMPAIKAN

MENDENGARKAN APA YANG TIDAK TERSAMPAIKAN

Get in Touch

Name*
Email*
Message
0 of 350