By: Ina Istiana
Di era yang penuh dengan dinamika dan perubahan ini, menavigasi karir bukan lagi perkara mudah. Persaingan yang ketat, tuntutan pekerjaan yang tinggi, dan berbagai rintangan lainnya dapat membuat individu merasa bingung dan kehilangan arah. Di sinilah peran career coaching menjadi sangat penting.
Sebelum itu, mari kita bahas apa itu karir dan career coaching?
Karir adalah rangkaian dan variasi pekerjaan (berbayar dan tidak berbayar) yang dilakukan seseorang sepanjang hidupnya. Secara lebih luas, ‘karir’ mencangkup peran kehidupan, aktivitas waktu luang, pembelajaran dan pekerjaan.
Kunci untuk kebahagiaan adalah menemukan pekerjaan yang Anda sukai dan melakukannya dengan sepenuh hati.”
– Steve Jobs
Career coaching adalah sebuah proses kolaboratif antara coach dan individu untuk membantu individu mencapai tujuan karir mereka. Melalui proses ini, individu akan mendapatkan panduan, dukungan, dan strategi yang tepat untuk mengembangkan potensi diri, meningkatkan kinerja karir, dan mencapai kebahagiaan dalam bekerja.
Source: dokumentasi pribadi (human capital conference)
Nah, di artikel ini saya berkesempatan dalam mewawancarai Bu Mariati Budirahardja, seorang Psikolog lebih dari 20 tahun pengalaman dan juga seorang Career Coach untuk potential mapping anak-anak dan remaja.
“Bu Mar, kan Ibu sudah sering melakukan coaching dan juga konseling, boleh tau ga bagimana coaching bisa membantu potential mapping untuk individu? Bisa untuk anak, ataupun professional ya”
Bu Mariati segera menunjukkan ke saya, coaching framework yang sering beliau pakai untuk melakukan career coachingnya.
So, Coach dan HR Practitioner, Anda juga bisa banget pakai langkah-langkah berikut!
1. Menggali Kebutuhan Coachee
Sudah pasti ini berada di urutan pertama. “Dalam menggali kebutuhan coachee, pertanyaan-pertanyaan apa yang kerap kali Ibu tanyakan?”
“Contohnya bisa ditanya apa keinginannya, seperti apa karir impiannya. Nah biasanya ada coachee yang benar-benar tidak tau arah tujuan karirnya, lalu tidak sepakat dengan pilihan orang tuanya (jika konteksnya di sini remaja, ya), lalu ada juga yang punya beberapa pilihan pribadi tetapi bingung pilih yg mana.”
“Namun jika Coachee tidak tau arah tujuannya sama sekali, biasanya saya melakukan potential mapping berupa psikotes. Jika sudah tau tapi bingung dengan beberapa pilihan, disinilah saya biasanya menghadirkan tools dalam coaching.”
“Saya sendiri pakai tools Motivated Skills dari Knowdell Card Sorts, mengapa tools ini? Karena tools ini dapat memetakan: Motivated Area atau skills yang ia mampu dan sukai, Development Area atau istilahnya dia suka dan bisa dikembangkan lebih jauh. Ada juga Burnout Skill yaitu skills yang ia sebenarnya bisa tetapi ia tidak suka, sehingga memicu stress.”
“Selanjutnya beberapa pilihan arah karir yang sudah dimiliki coachee tadi bisa dicocokkan dengan hasil coaching menggunakan tools. Sehingga potensi dan arah karirnya bisa selaras.”
“Ada kasus lain yaitu si Coachee memiliki konflik dengan pilihan orang tuanya, ia ingin kuliah nih di suatu jurusan namun orang tua berkata lain, sebagai Coach kita harus aware bahwa sebetulnya anak ini sudah punya pilihan, namun takut untuk mengutarakan. Kalau seperti ini, saya langsung menggunakan pendekatan konseling. Obyektifnya adalah untuk membantu mengeluarkan isi pemikiran anak tersebut sebelum kita memulai dalam career mapping. Karena pada akhirnya menanyakan pilihan pribadi anak tersebut merupakan hal yang sangat penting.”
2. Self-Exploration
Seorang Coachee (bisa klien atau karyawan Anda) bisa jadi tidak menyadari bahwa dia memiliki kekuatan dalam dirinya, karena hal itu tidak pernah diafirmasi.
“Pernah terjadi di Career Camp yang saya adakan tahun lalu, ada peserta yang memiliki kelebihan dalam menggambar, namun karena kurangnya afirmasi dia tidak merasakan itu sebagai kekuatannya, sehingga dia memiliki penilaian negatif akan skill menggambarnya. Kami berikan feedback-feedback positif pada saat di camp tersebut, lalu setelah dia masuk sekolah, gurunya bilang ke saya bahwa dia jauh lebih pede karena sudah men-discover itu. Ketika anak melihat bakat itu berharga, maka dia akan melihatnya sebagai opportunity.” Jelas Bu Mariati.
Source: dokumentasi pribadi
Maka dari itu orang tua perlu aware dengan minat bakat sang anak, begitu halnya untuk area profesional penting bagi HR untuk melihat kekuatan timnya karena potensi yang tepat dapat mendorong kinerja yang lebih maksimal.
3. Opportunity
Opportunity bisa dilihat dari saat kita melakukan self-exploration dengan VIPS (Values, Interest, Personality, Skills), membedah VIPS bisa menggunakan Coaching Tools untuk mempermudah.
Coachee bisa mensorting mana yang akan difokuskan, minimal 1 maksimum 3 skills (sebagai back up plan jika salah satu tidak tercapai)
Worksheet Knowdell Card Sorts
4. Action
“Apa yang akan dilakukan setelah menemukan opportunity?”
Source: dokumentasi pribadi
“Nah udah ketemu nih tujuan atau goals karirnya seperti apa, potensinya apa, lalu kesempatan dalam karirnya yang bagaimana. Setelah itu gimana sih next stepnya? Coba tanya ke diri sendiri, kompetensi sudah memadai atau belum, jika belum bisa mengikuti training atau boothcamp yang support di arah karirnya.”
“Saya ada case, coachee saya seorang dokter umum dan dia akan mengambil spesialis, namun setelah melakukan career coaching ia menemukan Motivated Area-nya yaitu managing. Profesinya yang sebagai dokter hanya memiliki kesempatan memanage namun minor. Akhirnya dia kuliah lagi jurusan manajemen karena ingin menjadi pengurus rumah sakit, dan sekaligus mengambil spesialis kulit kelamin.”
“Itu salah satu contoh coachee yang ber-privilege ya, Bu. Kalau casenya dalam suatu company hanya ada beberapa posisi, dan si coachee tidak menemukan job fit nya di situ apa yang harus ia lakukan?”
“Jika tidak fit, biasanya bisa menyebabkan burnout ya. Tapi dia punya pilihan untuk stay burnout atau cari solusi dengan mengikuti career coaching agar tau apa yang perlu diupayakan coachee.”
“Career coaching ini memunculkan awareness terhadap VIPS, jika tidak sesuai dengan tempat kerja sekarang maka pilihannya stay atau resign. Ketika memutusakan resign pun dan tidak men-develop diri sendiri, maka akan menemukan masalah yang sama tapi beda tempat, karena pasti akan selalu ada area yang coachee tidak suka tapi tetap harus melakukan hal tersebut.”
Gimana Coach dan juga HR Practitioner, sudah kebayang langkah-langkahnya ya? Kalau ingin belajar tentang teknik-teknik coaching, Anda bisa klik link berikut