October 11

MENDENGARKAN APA YANG TIDAK TERSAMPAIKAN

0  comments

By: Marcelina R Suganda

Seberapa sering kita benar-benar berhasil menangkap pesan orang lain?
Apakah kita cukup mendengarkan apa yang memang benar-benar disampaikan atau kita hanya sekedar mendengar apa yang diucapkan orang lain?

Sedihnya, bahkan beberapa orang bahkan merasa mendengarkan orang lain, padahal mungkin orang yang menyampaikan pesannya tidak merasakan atensi dan intensi pendengarnya. 

Dalam tulisan kali ini, saya tidak ingin menyajikan artikel, bacaan tips dan yang lain-lain untuk Anda. Namun tulisan ini ingin lebih mengajak tribes untuk kembali ke “dalam” dan sejenak berkomunikasi dengan diri sendiri; “apakah kita sudah cukup mendengarkan apa yang tidak disampaikan oleh orang lain?”.

Kenyataannya, tidak semua orang cakap berkomunikasi. Tidak semua orang pandai bertutur kata serta menyampaikan perasaan yang sebenarnya. Saya selalu membayangkan bahwa dunia ini mungkin akan lebih indah saat setiap orang dapat benar-benar mengungkapkan perasaannya dengan terbuka, apa adanya, tidak takut dinilai oleh orang lain. Bahkan saya sendiri, jauh dari sempurna mencapai titik itu dan seringkali masih banyak pertimbangan dalam menyampaikan sebuah pesan, bahkan pada Coach saya sendiri. Namun kesadaran untuk tetap berani terbuka yang seringkali mendorong saya untuk mengatakan apa adanya dengan cara yang sebaik mungkin. Beruntungnya, saya memiliki Coach yang peka mendengarkan dan mengamati hal tersebut.

“Ada lagi yang mau disampaikan, Marcel?” 

Sebuah pertanyaan yang seringkali membuat hati saya bergejolak ‘Ngomong ga ya? Ngomong ga ya?’. Yang ujung-ujungnya membuat saya memutuskan untuk berbicara apa adanya, terbuka dan tanpa takut dinilai. Awalnya saya berpikir, mengapa Coach saya ini seperti bisa membaca pikiran saya atau melihat ke dalam hati saya bahwa masih ada sesuatu yang mengganjal dan belum selesai. Namun dia bukan peramal. Ia memang memelajari ilmu manusia dan lebih dari itu ia melakukan pengamatan dengan detail dan cermat. 

Berulang kali saya meminta tim saya menjadi pribadi yang terbuka. Mengatakan apa yang ia pikirkan tanpa merasa takut dinilai, karena sesadar itu saya memahami pentingnya keterbukaan. Apakah mereka menjadi benar-benar bercerita segala sesuatunya ke saya sebagai Coach mereka di pekerjaan? Tidak juga ternyata! Maka belajar dari pengalaman saya sendiri yang mempunyai seorang Coach, pengamatan atau observasi adalah hal yang sangat penting dalam mendengarkan apa yang tidak disampaikan oleh Coachee. 

Akhirnya saya menemukan formula saya sendiri untuk berusaha mendengarkan apa yang tidak disampaikan oleh Coachee. Formula itu dalam bentuk pertanyaan reflektif di bawah ini;

– Apakah saya sudah cukup mengenal kehidupan Coachee? Keluarganya? Lingkungannya? Siapa orang terdekatnya? Hobbynya? Pekerjaannya? Masa lalunya? Ketakutannya? Dan apa yang ia harapkan dalam hidup ini?

– Apakah saya telah membangun hubungan yang baik dengan Coachee? Menjalin rapor yang mulus? Apakah coachee benar-benar percaya pada saya? Apakah saya benar-benar percaya pada Coachee saya?

– Apakah Anda cukup mahir melakukan asosiasi dan dis-asosiasi (dalam NLP)? Tahu kapan Anda perlu mulai dan berhenti percakapan? Tahu bagaimana cara memulai dan menghentikan percakapan yang tidak lagi relevan? Bagian mana yang sensitif pada pesan yang disampaikan oleh Coachee? Bagaimana cara berempati?

– Bagaimana kebiasaan Coachee saat bercerita hal-hal yang menggembirakan? Bagaimana saat ia menceritakan hal yang sedih? Apa responnya pada hal-hal yang mengharukan? Apakah Anda dapat melakukan kalibrasi pada mimik wajahnya, pola nafasnya dan perilakunya?

Banyak hal memang yang perlu digaris bahawahi dalam berinteraksi dengan Coachee serta mampu mendengarkan apa yang ia tidak sampaikan. Namun apakah Anda juga terbayang, bagaimana dampak bagi Coachee saat ia merasa didengarkan oleh seseorang dengan penuh atensi dan intensi? 

Beberapa kasus yang berkaitan dengan depresi, seringkali orang merasa tidak didengarkan, entah di lingkungannya atau di tempat kerjanya. Meski jika kasus tersebut ingin diperdalam, apakah memang ybs telah juga mengatakan perasaan yang sebenarnya? Belum tentu ia juga cukup terbuka, bukan? Maka kemampuan dalam mendengarkan yang tidak disampaikan ini menjadi sangat powerful bagi setiap orang. Karena pada kenyataannya, tidak ada orang yang tidak ingin didengar. Pada kenyataannya, setiap orang butuh memiliki pengalaman didengarkan.

Profesi Coach adalah profesi yang memiliki kesempatan untuk dapat memberikan jasa dan pengalaman ini. Maka, jika memang tertarik untuk mendalami profesi ini, sebenarnya sejauh mana kita telah menguasai kemampuan mendengarkan ini? Dan sejauh mana kita menyadari bahwa setiap Coachee memiliki suatu jendela tersembunyi yang tidak ia buka, tanpa adanya pemicu dari orang lain?

Coaching Circle di bulan Oktober tentu akan membantu Anda lebih dalam menguasai kemampuan mendengarkan ini. The Art of Listening: A Symphony of Connection akan dibawakan oleh Ismarli Muis, seorang Expert Points of You dan juga Associate Professor of Psychology di UNM. 

Semoga tulisan ini menjadi suatu pemicu untuk Coach meningkatkan kemampuannya dalam mendengarkan apa yang tidak tersampaikan. Sampai jumpa di Coaching Circle!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}

You may also like

Get in Touch

Name*
Email*
Message
0 of 350