June 12

3 Faktor Penghalang Coaching Efektif

2  comments

Coach mana yang tidak bahagia jika sesi coaching efektif, melihat Coachee-nya tersenyum lebar dengan mata berbinar. Coachee menjadi tercerahkan, semakin bersemangat dengan segudang insight baru, dan dengan suara lantang menyerukan langkah selanjutnya yang akan ia wujudkan.

Tapi mari kita jujur, Coach. Kenyataannya belum semua sesi coaching kita berjalan 100% efektif. Bisa jadi disebabkan oleh cara bertanya atau jenis pertanyaan yang kita ajukan belum tepat, atau mungkin kita sebagai Coach ikutan stuck saat bertemu Coachee yang stuck, keras kepala, dan menutup diri dengan jutaan alasan.

Namun faktanya, Coach tidak bisa menolak Coachee yang sudah ada di depan mata, maka Coach juga butuh strategi baru menghadapi Coachee yang resisten. Salah satunya dengan mengenali faktor penyebabnya lebih dini agar Coach dapat menyiasatinya.

[Pelajari juga : Skill Fasilitasi untuk Menggandakan Keberhasilan Coaching]

KENALI PENYEBAB MUNCULNYA RESISTENSI COACHEE

Beberapa bulan yang lalu saya terkoneksi lagi dengan seorang teman yang hobi naik gunung. Setelah sekian lama tak jumpa dengannya, mendengar kisah-kisah pendakiannya timbul kerinduan ingin mengulang pengalaman menikmati alam dari puncak gunung. Tapi di waktu bersamaan aku merasa ngga percaya diri, apa aku bisa sampai ke puncak, bagaimana kalau tersesat. Pengalamanku juga sangat minim, baru satu kali naik gunung dan itu sudah 3 tahun yang lalu. Di tengah pemikiran dilematis itu, aku bertanya dalam hati, “mau ngga ya dia jadi guide? Sekalipun medan pendakiannya akan menantang, tapi setidaknya hatiku tenang karena ada dia yang kupercaya.”

Dalam konteks coaching 1-on-1, Coachee dan Coach adalah dua sosok yang memegang peranan penting dalam kesuksesan sesi coaching. Coachee yang akan menentukan arah tujuannya ia hendak kemana, sedang Coach akan mendampingi Coachee menemukan alternatif jalan, batu-batu lompatan untuknya bisa sampai ke tempat tujuannya melalui Pertanyaan.

Namun, pertanyaan yang diajukan Coach bisa jadi sangat menantang bagi Coachee, membongkar zona nyaman dan menata ulang kebiasaan atau pola pemikiran (mindset) yang lama. Memang rasanya tidak nyaman bagi Coachee, tapi sebagai Coach kita sadar disanalah titik balik transformasi Coachee berawal.

“If it doesn’t challenge you, it won’t change you.” ~ Fred Devito

Maka wajar jika Coachee menjadi resisten dalam merespon pertanyaan Coach. Bagaimana Bisa? Ini cara Coachee mendengar, menangkap dan memproses pertanyaan dari Coach.

proses mendengar saat coaching

Pertanyaan yang Coachee dengar, akan masuk ke telinga sebagai stimulus berbentuk getaran yang akan diubah menjadi impuls listrik dan dikirim ke saraf pendengaran pada Otak. Otak kemudian akan memilah memori dan mulai menciptakan rantai hubungan dalam sel-sel otak.

Saat pertanyaan (dibaca stimulus) membangunkan memori di masa lalu yang tidak menyenangkan atau menciptakan kesadaran untuk merombak pola pemikiran diluar kebiasaan, maka mode survival seseorang akan teraktivasi.

Sesungguhnya mode survival yang dikontrol oleh sistem limbik dalam otak manusia berfungsi sebagai alarm yang membuat kita siaga dan selalu bersiap. Ini adalah mode otak yang sangat berfokus pada ancaman dan membantu manusia agar terhindar dari bahaya.

Tapi jika mode survival ini terus dipertahankan oleh Coachee, maka pertanyaan coaching manapun akan selalu menjadi acaman baginya. Coachee akan menjadi resisten, selalu menghindar untuk memberikan jawaban yang sesungguhnya, atau bahkan berpura-pura bahwa semuanya sudah baik.

Menghadapi Coachee yang dalam kondisi seperti ini tentu menyulitkan Coach dalam memahami isu Coachee yang sebenarnya dengan utuh. Daftar sederetan Powerful Coaching Question yang dipersiapkan Coach, sudah tidak ada artinya lagi.

Bagaimana Strategi Coach agar Coachee Menurunkan Tembok Pertahanannya?

penghalang coaching

Bangun Koneksi Baru Beraksi

Kupikir, karena aku cukup kenal dekat dengan kawanku ini, mengapa tidak kucoba saja tanyakan langsung padanya. “Eh Bro, maukah jadi guide nemenin naik gunung?” Responnya sungguh mengejutkanku, diluar dugaanku dia malah melonjak kegirangan mendengar permintaanku itu.

Seketika itu juga aku terpikir untuk mengajak serta 4 orang tim di kantor yang biasa aku coaching. Keesokan paginya setelah morning briefing, kuutarakan rencana naik gunung itu kepada mereka. Tidak ada jawaban, semua hening dan terpaku dalam tegang. Sampai satu diantara mereka bertanya, “Naik gunungnya sama Ibu kan? Ibu pernah naik gunung sebelumnya?” “Tenang aja, sama aku juga naiknya. Plus ada temanku yang hobi naik gunung dan mau jadi guide buat kita. Jadi amanlah pendakian kita karena dikawal sama yang berpengalaman,” sahutku. Sepersekian detik air muka mereka berubah dan mereka menyambut ide pendakian ini dengan antusias. Sekarang mereka mempeributkan hal yang berbeda, “Apa saja yang perlu kita siapin ya, Bu?”

Kita tahu bahwa kemahiran untuk bertanya bagi seorang Coach itu memang penting, namun apalah artinya jika semua pertanyaan itu dilontarkan tanpa adanya koneksi diantara Coach dengan Coachee-nya. Jangan-jangan bukannya sesi coaching malah jadi sesi interogasi dan penghakiman.

Coba Tes! Mungkin itu bukan Coachee Anda, tapi berdasar sepengetahuan Anda, mungkin pernah dengar dari rekan atau teman yang punya pengalaman di coaching. Siapa saja diantara mereka yang masih grogi atau takut kalau dipanggil coaching? Yes, bisa jadi koneksi, yang selama ini hilang.

Koneksi yang kuat menumbuhkan kepercayaan. Kepercayaan menciptakan rasa aman dan nyaman.

coaching

Saat koneksi tercipta, dengan sendirinya tembok-tembok penghalang Coachee akan hilang, artinya Coachee menjadi lebih bebas mengeksplorasi ke dalam dirinya dengan aman dari penilaian atau penghakiman. Walau menantang tapi terasa mengasyikkan. Sama seperti 4 orang tim yang lagi antusias mempersiapkan perjalanan pendakiannya.

Maka sudah menjadi tugas para Coach, pertama-tama membangun koneksi untuk menghadirkan suasana coaching yang nyaman dan aman bagi Coachee dalam perjalanannya menuju tujuan yang ia tentukan di awal sesi coaching tadi.

Kalau tidak, Coach akan menghabiskan banyak tenaga dan waktu, berlari dari satu pertanyaan ke pertanyaan yang lain. Coachee lama-lama jadi sebal kebanjiran pertanyaan dan malah makin resisten. Solusi tidak ketemu, masalah makin rumit seperti benang kusut.

Tapi jika dirasa koneksi sudah terbangun, Coachee mulai terbuka, namun di tengah proses coaching, Coachee menemui kebuntuan, ide-idenya macet; mungkin Coach perlu mengkombinasikan pertanyaannya dengan coaching tools kreatif yang berbasis visual.

penghalang coaching

Saatnya Beraksi dengan Seksi

Sebagai Coach, kita meyakini bahwa sesungguhnya Coachee sudah punya jawaban atas masalah atau isu yang sedang ia hadapi. Coachee datang kepada Coach bisa jadi karena masih ragu atau memang belum melihat solusi yang ada di dalam dirinya. Melalui pertanyaan, Coach menggerakkan Coachee untuk menggali semua sumber daya yang ada di dalam dirinya dan memilih alternatif mana yang paling relevan untuk diberdayakan olehnya saat ini.

Namun apa jadinya jika pertanyaan coaching berbobot, tapi disampaikan dengan alot?

Sekarang ini MENTORING vs COACHING, jadi tantangan bagi para Leader, Manager, dan Supervisor. Kebiasaan mengarahkan atau menasehati dalam praktek Mentoring masih sering terjebak saat coaching. Gaya serius dan dominan dalam Mentoring juga ikut terbawa saat melontarkan pertanyaan coaching.

Contoh, bayangkan Anda adalah salah seorang tim saya yang penuh antusias menanyakan persiapan untuk perjalanan pendakian tadi. Lalu saya membalas Anda pertanyaan lengkap dengan gaya berikut.

Gaya #1

senyum

[Wajah antusias, alis terangkat, senyum mengembang dengan intonasi tinggi bersemangat]

“Kita akan mendaki start pukul 7 pagi, balik jam 5 sore. Menurut kamu persiapan apa aja yang kamu butuhkan?

Kesan apa yang Anda tangkap? Bagaimana perasaan Anda?Tunggu sebentar, coba bandingkan dengan gaya saya yang kedua…

Gaya #2

marah

[Alis dan kening berkerut, bibir monyong ke depan dengan intonasi tinggi dikombinasi nada sarkastik]

“Kita akan mendaki start pukul 7 pagi, balik jam 5 sore. Menurut kamu persiapan apa aja yang kamu butuhkan?

Pertanyaannya sama tapi disampaikan dengan cara yang berbeda. Gaya mana yang lebih Anda terima? Sudah jelaslah ya gaya yang pertama pastinya. Maka, penting bagi Coach juga perlu melatih cara bertanya. Jika ingin Coachee tetap terus terbuka selama sesi coaching, perhatikan hal-hal berikut ini:

  1. Tunjukkan ekspresi wajah, intonasi suara, gerak dan posisi badan yang mencerminkan antusiasme, rasa ingin tahu dan hangat
  2. Gunakan kata-kata yang jelas dan mudah dipahami sesuai dengan background Coachee
  3. Berilah ruang dan waktu kepada Coachee untuk berpikir dan membagikan sudut pandangnya
  4. Hindari mengulang pertanyaan yang sama kalau Coachee belum mampu menjawab
  5. Hindari mengulang respon Coachee atau menjawab sendiri pertanyaan yang diberikan

Mungkin tidak mudah bagi beberapa Coach dengan pembawaan sehari-hari yang serius dan kaku. Kuncinya banyaklah berlatih hingga terbiasa atau Coach bisa juga beraksi lebih seksi lagi dengan menggunakan coaching tools yang mengkombinasikan pertanyaan dan foto, agar sesi coaching lebih menyenangkan dan meminimalisasi kesan Coachee terintimidasi dengan gaya bertanya Coach.

penghalang coaching

Stop Beraksi Tanpa Isi

Tugas Coach adalah 80% Bertanya dan 20% Memikirkan Pertanyaan Selanjutnya.(Sumber : Buku 101 Coaching Questions – Sukses Melakukan Coaching dengan 101 Pertanyaan Kunci)

Bertanya harusnya menjadi aktivitas yang cukup mudah, karena sejak kecil kita terlatih untuk bertanya. Tapi para Coach menyadari bahwa pertanyaan yang diajukan saat sesi coaching tidak bisa dilontarkan dengan asal. Coach perlu belajar merangkai pertanyaan-pertanyaan yang berkualitas agar sesi coaching terjamin sukses.

Indikator dari pertanyaan-pertanyaan coaching yang berkualitas adalah pertanyaan yang,

  • Membangkitkan semangat Coachee untuk mengkesplorasi ke dalam dirinya
  • Mengajak Coachee memusatkan perhatiannya pada topik yang ia pilih
  • Mengundang Coachee untuk terbuka mengurai benang kusut pemikirannya
  • Mengembangkan pemikiran Coachee secara kreatif dan menemukan sudut pandang baru
  • Menggerakkan Coachee untuk mengambil tindakan perubahan dan mewujudkannya

coaching questions

Tapi, bicara tentang konsep memang lebih mudah daripada prakteknya. Faktanya masih banyak Coach yang menemui kendala dalam merangkai pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. Bahkan terlalu sibuk memikirkan pertanyaan. Coach jadi tidak bisa hadir 100% dan gagal mendengarkan Coachee secara aktif hingga ujung-ujungnya stuck, bingung mau bertanya apalagi.

Jika suatu hari hal serupa terjadi pada Anda, jangan panik Coach. Tarik nafas dalam, beri jeda di tengah sesi coaching untuk mengembalikan kesadaran Anda, dan mungkin ini adalah saat yang tepat bagi Anda untuk menambahkan strategi-strategi baru dalam metode coaching Anda.

Itu dia 3 faktor penghalang yang menyebabkan coachee Anda resisten sehingga sesi coaching menjadi kurang efektif. Bahkan, saat ini Anda juga telah mengetahui bagaimana cara seorang Coach menghadapi resistensi mereka.

Jika Anda ingin info lebih lanjut terkait program sertifikasi coaching tools kami yang terakreditasi oleh International Coach Federation (ICF), Anda bisa berkunjung ke www.pointsofyou.id atau terhubung bersama tim kami DI SINI.

Let’s Connect!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}

You may also like

Get in touch

Name*
Email*
Message
0 of 350